Proteksi yang dilakukan Divisi Riset Perkumpulan PUSAR
Banggai tentang keadaan hutan dan ketersediaan rotan di Kabupaten Banggai akan
berkurang diperkirakan dalam waktu 10-15 tahun lagi akan hilang dari hutan
Banggai dengan luas hutan 13,9%. Dari luas wilayah hutan yang telah
digunakan untuk 5 izin IUPHHK, 3 izin perkebunan Kelapa Sawit, izin Pertambangan
Nikel, Emas dan Migas dan penjualan tanah areal penggunaan lain serta perambahan
liar yang semakin marak terjadi telah memotivasi terjadinya pengurangan luas
hutan dimana rotan tumbuh dan berkembang
Aktifitas pengurangan hutan terjadi
dipicu juga dengan menguatnya kebutuhan usulan perluasan desa untuk kepentingan tata
desa dalam mengantisipasi pertambahan jumlah penduduk yang cukup tajam. Meskipun
berbagai aturan negara dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya degradasi dan
destruktif hutan namun akar permasalahan yang terjadi belum dituntaskan dengan tidak memilah dan memilih pelakunya sudah barang tentu permasalahan itu tidak dapat teratasi.
Mengapa belum tentu dapat teratasi? karena selama masih ada kebijakan lunak itu menjadi problem mendasar, masalah lainnya juga tidak hanya pada kebijakannya akan tetapi bentuk penyelesaian konflik kehutanan
didaerah pula adalah alat picu yang menguat akibatnya ketidak maksimalnya upaya penyelesaian konflik kehutanan dilaksanakan akibatnya kelonggaran penerbitan izin menimbulkan konflik izin yang
berkepanjangan karena izin diterbitkan sudah tentu akan sulit dicabut kembali, olehnya bagian terpenting dalam mendorong adanya praktek-praktek yang bermodus lahirnya konflik penggunaan
hutan penting dihentikan dan selain menghentikan praktek penggunaan hutan berlebihan perlu dihentikan juga mengkampanyekan "untuk dan atas kepentingan pembangunan" yang dirasakan oleh masyarakat pesisir hutan tidak pernah sampai pada akar
permasalahannya. Dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai yang
mengalokasikan pola pemanfaatan ruang kawasan lindung didaratan KSA-KPA
(kawasan suaka alam-Kawasan pelestarian alam) seluas 23.726 Kabupaten Banggai
dalam lingkup perencanaan kehutanan untuk menetapkan dan memperluas kawasan
hutan dari luas hutan 940.553 sampai tahun 2013 akan mencakup areal : Hutan
Lindung 173.624 Ha atau sekitar 17,95%. Hutan Suaka seluas 18.654 Ha atau
sekitar 1,93%. Kawasan Lindung seluas 257.928 Ha atau sekitar 26,67% dari total
keseluruhan guna lahan di Kabupaten Banggai (sumber dinas kehutanan dan data
PUSAR Banggai)
Kepentingan pembangunan yang menggunakan kawasan hutan
perlu juga ditinjau kembali untuk ditegaskan dalam mengawetkan hutan sebagai
ketahanan berbagai kepentingan penelitian, hunian hidup, dayadukung pangan, flora
fauna, obat-obatan tradisonal dan lain-lain seperti juga rotan yang dinilai
secara ekonomis dapat menambah pendapatan masyarakat disekitar hutan. Namun hal
tersebut hanya sebuah mimpi karena hampir setiap tahun 2007-2011 Kecamatan
Toili, Kecamatan Batui Selatan, Kecamatan Bualemo, Kecamatan Nuhon, Kecamatan
Bunta, Kecamatan Simpang Raya dilanda banjir musiman
Padahal kecamatan-kecamatan yang sering dilanda banjir
tahunan adalah wilayah potensi pangan dan penampungan rotan yang akan diekspor
luar Banggai maupun luar negeri. Berikut dibawah adalah bentuk konsistensi
masyarakat dalam memanfaatkan rotan didalam kawasan hutan Banggai, meskipun sistem
penjulan dan pembelian terbanyak dipahami oleh masyarakat tani pengumpul rotan.
terbanyak dilakukan pembeli / pengumpul rotan besar menghargainya dengan cara
ijon. Adapun lainnya akan dijual dengan cara eceran dipasar-pasar tradional
untuk dijadikan tali ikat atap rumbia (pelepah daun enau) atau dijual pada
pengrajin rotan (meubel rotan). Hal itu dilakukan oleh petani pengumpul rotan
karena mereka memerluka uang tambahan diluar penjualan kepada pembeli rotan
besar yang telah jauh sebelumnya memberikan ikatan pinjaman kepada mereka
(ijon) selama berminggu-minggu berada dalam hutan untuk mencari rotan
Hal itu dirasakan petani pengumpul rotan sangat
merisaukan dan beranggapan nilai beli rotan yang didapatkan dari kerja keras
dari mengambil dalam hutan kemudian berilir disungai yang sangat beresiko nyawa
“tidak sepadan” namun harus dilakukan dengan kerelaan dikarenakan mereka telah
terikat dengan hutang dan kebutuhan rumah tangga dan juga kebutuhan
menyekolahkan anak-anak mereka. Cerita keberuntungan masyarakat yang kerjanya
menjadi petani rotan akan hilang dengan sendirinya diakibatkan dengan berbagai
kebutuhan pembangunan yang menggunakan sumber daya hutan sebagai tempat nafkah
bagi investor
Harapan akan terpenuhinya berbagai kebutuhan
masyarakat pesisir hutan dengan ketersediaan hasil hutan seperti rotan akan
hilang dan potensi konflik juga kejahatan sosial akan muncul dan meningkat
seiring dengan atas nama pembangunan yang menitik beratkan pada penggunaan
potensi hasil hutan tanpa ada upaya yang kongret dilakukan Negara dalam
menjamin pemenuhan hak atas hidup masyarakat pesisir hutan dan juga menjamin
wilayah masyarakat adat di Banggai
Proteksi Wilayah Penghasil Hutan Rotan
Desa Penampung
dan Warga Pemanfaat Rotan
Sebaran Petani Pengumpul Rotan
Perkecamatan dan Desa Kabupaten Banggai
|
||
Kecamatan Batui
|
Desa
|
Jumlah Petani/Pengumpul Rotan
|
Desa Honbola
|
37 Orang (2 Kelompok)
|
|
Kecamatan Kintom
|
||
Desa Babang Buyangge
|
43 Orang (3 Kelompok)
|
|
Desa Tangkian
|
||
Desa Kalolos
|
||
Desa Solan
|
||
Desa Solan Baru
|
||
Kecamatan Lamala
|
||
Desa Labotan
|
24 Orang (2 Kelompok)
|
|
Desa Teku
|
||
Kecamatan Balantak
|
||
Desa Batu Simpang
|
29 Orang (2 Kelompok)
|
|
Desa Sampaka
|
||
Desa Binsil K
|
||
Desa Tombang
|
||
Kecamatan Pagimana
|
||
Desa Bulu
|
21 Orang (2 Kelompok)
|
|
Desa Asaan
|
||
Kecamatan Lobu
|
||
Desa Balean
|
34 Orang (2 Kelompok)
|
|
Desa Bahenteng
|
||
Kecamatan Bunta
|
||
Desa Nanga-nangaon
|
42 Orang (3 Kelompok)
|
|
Desa Toima
|
||
Desa Matabas
|
||
Desa Doda Bunta
|
||
Kecamatan Simpang Raya
|
||
Desa Lokait
|
41 Orang (3 kelompok)
|
|
Desa Gonohop
|
||
Kecamatan Nuhon
|
||
Desa Mantan B
|
||
Desa Kabua-bua
|
47 Orang (4 Kelompok)
|
|
Desa Balaan
|
||
Desa Bangketa
|
||
Desa Tobelombang
|
Akses dan gambaran permasalahan yang dirasakan
masyarakat pesisir hutan yang telah lama berjalan dan dirasakan penting untuk
diberdayakan melalui berbagai model pendekatan usaha tidak bisa terjamin
jikalau pihak pemerintahan secara terstruktur tidak mengawal dan melibatkan masyarakat
dalam berbagai proses pembangunan dalam upaya penyelamatan hutan di Banggai. Tim
Penulis Riset PUSAR Banggai