Deskripsi Issue
Kerja :
Tata Ruang Dan
Ketahanan Pangan
Kabupaten Banggai dengan luas Wilayah 9.672,70 Km2, dan jumlah penduduk sebesar 311.684 jiwa, tingkat Kepadatan penduduk di Kabupaten Banggai
32 penduduk per km2. telah membuka ruang perubahan pembangunan yang cukup tajam
terbukti dengan jumlah pemekaran 293 Desa
46 Kelurahan menjadi 448 Desa dan kecamatan dari 13 menjadi 18
Kecamatan di Kabupaten Banggai statistik 13 Kecamatan dengan luas wilayahnya
yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang tujuannnya mendorong dan
terbentuknya keselamatan dan kesejahteraan masyarakat dipedesaan. Strategic penetapan
pembangunan dan pemanfaatan keterbukaan yang dilakukan melalui kebijakan didalam
kawasan hutan dan diluar kawasan hutan yang memungkinkan terjadinya pada
perubahan tata ruang Kabupaten Banggai berdasarkan kebutuhan dan keberlanjutan
hidup komunitas perlu diupayakan sinergitas perencanaan tata ruang yang dapat
mendorong adanya klaim komunitas pesisir hutan yang berbasisikan pangan dan
komunitas adat yang berkelanjutan dikawasan hutan yang dapat tersingkir dari
wilayah kelolanya.
Tata Ruang
Hutan dan Hak Kelola Masyarakat Adat
Strategi dan upaya pengelolaan kehutanan Kabupaten Banggai telah
mendisikriminasikan kepentingan masyarakat adat loinang yang telah lama
beradaptasi dan menfungsikan hutan sebagai hunian, interaksi budaya, budidaya
pertanian, berburu untuk mempertahankan hidup telah di abaikan terbukti dengan
ketegasan strategi pengelolaan kawasan lindung yang dituangkan dalam Revisi
RTRW K 2009-2013; 1. Mempertahankan
hutan lindung yang ada. 2. Mendelineasi dan menetapkan kembali kawasan status
suaka alam margasatwa dengan kondisi habitat yang dilindungi yang mutakhir. 3
Mengendalikan kegiatan budidaya dikawasan pegunungan diwilayah bagian tengah
Kabupaten Banggai. 4.
Mengendalikan perkembangan fisik disekitar trase jalan Toili-Balingara yang
memotong pegunungan diwailayah bagian tengah. 5. Mengendalikan pembangunan
fisik disempadan sungai, pantai, waduk dan mata air. 6. Mengendalikan
pemusnahan vegetase manggrove dipesisir pantai. 7. Membangun permukiman bagi suku saluan (loinang) dengan mempertimbangkan
adat dan tradisi suku yang bersangkutan
Perkumpulan PUSAR Banggai lebih menitik beratkan pada hutan Kabupaten
Banggai berdasarkan perkembangan peruntukan pemanfaatan hutan yang sangat minim
kontrol multistakeholder, lemahnya ketegasan hukum, penetapan tataruang yang
tidak partisipatif olehnya perlu ada
peninjauan kembali pemanfaatan hutan melalui Moratorium Hutan Banggai
data Dinas Kehutanan Kabupaten Banggai mengklaim luas hutan Kabupaten Banggai
13,9% (diluar APL 329.990) dalam data Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah
tercatat hutan terluas ke dua dari Kabupaten Morowali dengan luas hutan 26,4%
(diluar APL 417.266) sumber POKJA REDD Sulawesi Tengah 2011 dan
database PUSAR Banggai luas hutan Kabupaten Banggai saat ini satistik dibawah
menunjukan penggunaan hutan IUPHHK belum termasuk pertambangan Migas, Nikel
perkebunan kelapa sawit PT. Sawindo, PT. Wira Mas Permai yang mengajukan
permohonan seluas 17.500 Ha di Kecamatan Bualemo dan 17.500 Ha di Kecamatan
Batui (yang baru
dimanfaatkan PT. Sawindo Cemerlang 6.000 Ha di Kecamatan Batui) dan PT. Kurnia Luwuk
Sejati melalui kelompok tani atas nama Ganti Rugi Tanah Tumbuh (GRTT)
Masalah faktualnya destruktif dan degradasi hutan di Kabaupaten Banggai
juga dipicu dengan adanya berbagai perusahan skala besar seperti pertambangan
Nikel, Pertambangan Migas, perkebunan Sawit ,IPKTR IUPHHK dan Perambahan Liar
warga pesisir hutan telah membuka ruang perubahan tutupan hutan. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir 2009-2011. Problem lainnya konsesi
wilayah pertambangan migas mengklaim bahwa luasan yang akan dieksplorasi maupn
eksploitasi sesuai dengan peta MTS JOB meskipun belum terpenuhi keseluruhan
namun akan tetap dilaksanakan namun hal tersebut menjadi ancaman serius bagi
keberlangsungan hidup komunitas, flora, fauna dan lain-lainnya diwilayah sumber
daya alam Kabupaten Banggai. Diperlukan gagasan kongkret upaya minimalisasi
pelbagai krisisi termasuk krisis pangan dari desentralisasi kebijakan
peruntukan sumber daya alam yang dilakukan pemerintahan pusat dan daerah ketika
melakukan persetujuan wilayah yang diajukan oleh investasi terhadap hak atas
sumber kelola rakyat, yang seharusnya dilakukan untuk kepentingan pembangunan yang
berkelanjutan melibatkan rakyat dan duduk bersama dalam menetapkan perencanaan
pembangunan.
Tata Pangan dan Resiko Bencana
Sementara dengan begitu banyak
perluasan pemanfaatan hutan yang digunakan untuk kepentingan investasi
mengakibatkan terjadinya gagal panen dan hal ini kalau terus dilarutkan maka
Kabupaten Banggai akan mengalami krisis pangan. Table dibawah menunjukan
keberhasilan panen beras Kabupaten Banggai, namun pada tahun 2009-2012
mengalami gagal panen dan pemerintahan telah menhajukan perluasan peruntukan
mukim dan perkebunan diwilayah hutan kabupaten Banggai untuk mengantisipasi
laju pertumbuhan penduduk dan kegagalan pertanian sebagai dasar kebutuhan
pembangunan periode 2008-2013 yang dituangkan dalam rencana tata ruang
Kabupaten Banggai.
Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Padi, tahun
2008 Pola Penggunaan Lahan
Jenis Padi
|
Luas panen
(Ha)
|
Produksi
(Ton)
|
Produktifitas
(Kw/Ha)
|
Padi sawah
|
36.181
|
165.131
|
45,64
|
Padi ladang
|
2.177
|
6.051
|
27,80
|
Total
|
38.358
|
171.182
|
73,44
|
Pola
Penggunaan
|
Luas (Ha)
|
Pemukiman dan Pekarangan
|
13.537,7
|
Ladang
|
19.875
|
Sawah tadah hujan
|
7.655
|
Kebun campuran
|
40.474
|
Lain-lain
|
18.566,8
|
Total
|
100.108,5
|
Sumber data : Dinas Pertanian Kab. Banggai
.
Berbagai
upaya yang dilakukan pemerintahan Kabupaten Banggai dalam menganggulangi krisis
yang terjadi dilevel komunitas tanpa melakukan revleksi pemanfaat dan akibat
krisis penggunaan sumber daya alam yang tidak terkontrol membuat Perkumpulan
Pusat Studi Advokasi Rakyat (PUSAR) Banggai menyimpulkan untuk melakukan
intervensi isu tata ruang dan pangan adalah sesuatu yang penting dilakukan
untuk keberlanjutan dan pemenuhan hidup komunitas pesisir hutan dan komunitas
adat loinang yang masih menjaga kearifan lokalNya.