Pangan Beras Banggai
Hingga saat ini telah dua tahun
berturut-turut 2007-2008 mendapat penghargaan dari presiden untuk keberhasilan
atas peningkatan dan pemenuhan produksi padi (padi sawah dan padi ladang),
bahkan produksi beras Kabupaten Banggai juga di distribusi dengan tujuan lintas Kabupaten dan Provinsi tetangga seperti Kabupaten Banggai Kepualauan (Bangkep), Kabupaten Morowali, Kabupaten Tojo una-una, Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara. Dari
data BPS sejak tahun 2006 produksi padi Kabupaten Banggai sebesar 132.591 ton dan
hingga tahun 2008 produksi padi meningkat jadi 171.182 ton. Di lain pihak,
pemenuhan pangan khususnya beras bagi warga masyarakat Kabupaten Banggai juga cukup
besar. Hal ini bisa ditinjau informasi yang tercatat jumlah penerima subsidi Beras Untuk Orang Miskin (raskin) yang masuk di Kabupaten Banggai ini pada wilayah demplot pangan yang dijadikan sasaran lumbung beras seperti Kecamatan Toili dengan jumlah penduduk 46.697 jiwa faktanya penerima subsidi atas Beras untuk Orang Miskin (raskin) yang cukup tinggi (peringkat 2 di Kabupaten Banggai).
Dari
47.811 Ha luas kecamatan toili (Hutan Konservasi : 3.938 Ha; Hutan Produksi : 16.688 Ha; APL : 27.185 Ha) 18.673 Ha adalah
persawahan yang di tahun 2008 memproduksi 80.911 ton padi sawah dan padi ladang
dan diwilayah ini juga terdapat HTI dan HGU milik PT. Kurnia Luwuk Sejati
dengan luas 22.400 Ha. Dari luasan wilayah kecamatan dan tekanan atas
pengelolaan sumber daya alam oleh investor, menyebabkan warga kehilangan kepemilikan atas lahan untuk pertanian tidak
tersedia lagi, dimana sektor tersebut menjadi tumpuan kelola warga desa sehingga jumlah
petani penggarap menjadi lebih besar dibanding petani pemilik lahan
Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Sumber Daya Alam
Jenis Padi
|
Luas panen
(Ha)
|
Produksi
(Ton)
|
Produktifitas
(Kw/Ha)
|
adi sawah
|
36.181
|
165.131
|
45,64
|
Padi ladang
|
2.177
|
6.051
|
27,80
|
Total
|
38.358
|
171.182
|
73,44
|
Sumber
data : Dinas Pertanian Kab. Banggai
Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Padi, tahun 2008.
Sektor
Produksi Rakyat (Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan
merupakan sumber tumpuan ekonomi rakyat Kabupaten Banggai. Adalah dengan adanya
sektor yang dijadikan andalan pemerintahan guna meminimalkan jumlah
pencarikerja dengan adanya target dalam mendorong masuknya investasi yang
menanamkan sahamnya diwilayah sumber daya alam berharap investasi, itu akan
memberikan peluang bagi masyarakat untuk bekerja pada investasi yang
disesuaikan dengan bidangnya masing-masing. Target itu akan banyak menyerap
tenaga kerja, pada tahun 2007 persentase serapan tenaga kerja oleh sektor
kelola rakyat 62,17 % namun di tahun 2008 menurun menjadi 57.00%, penurunan
jumlah serapan tenaga kerja dari sektor ini akhirnya harus berimbas pada
penurunan laju pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
ditahun 2008 menjadi 7,26% lebih rendah dari tahun 2007 yang sebesar 7,32%.
Hutan dan Lahan yang menjadi aset kelola rakyat mendapat tekanan yang besar
oleh kepentingan investasi. Dengan mendapat legitimate pemerintah, konversi
hutan dan lahan oleh investasi untuk kepentingan pertambangan, perkebunan dan
kehutanan dilakukan.
Ancaman Bencana Ekosob
hal
ini akan menjadi alat picu konflik ruang ekonomi ditengah masyarakat
dikarenakan penyebab juga terjadi akibat konversi sumber kelola rakyat menjadi
objek yang sengaja disengketakan untuk kepentingan atas nama pembangunan. Warga
desa yang awalnya petani akhirnya dipaksakan menjadi buruh harian di sektor
perkebunan, pertambangan dan kehutanan. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam
secara masif yang diterapkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Banggai dengan
harapan selain dapat menyerap 220.936 jiwa jumlah penduduk usia kerja di daerah
juga menyebabkan mobilisasi tenaga kerja dari luar daerah meningkat. Di Kabupaten
Banggai lahan pertanian juga merupakan perekat hubungan sosial warga desa, di
beberapa etnis komunitas. Kegiatan pertanian seperti saat pembersihan lahan
(mongakat :bahasa loinang) hingga panen (mompadak) masih terpelihara, kerja
kolektif (gotong royong) yang selalu dilakukan oleh warga sebagai bentuk ikatan
dan media komunikasi social lintas warga dalam kampung. Namun kepentingan untuk
pendapat dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), akhirnya warga
diperhadapkan dengan suatu keharusan menerima alasan untuk memuluskan
Legitimasi Pemerintah daerah terhadap Konversi Hutan dan lahan untuk
kepentingan investasi atas nama tanah Negara untuk pembangunan. Yangmana pada
akhirnya penyerobotan lahan, pembalakan liar dalam hutan karena lahan milik
warga desa sudah tidak tersedia lagi dan hal tersebut menjadi mutlak untuk
disengketakan
Adapun
demikian konflik kepentingan atas perebutan wilayah kelola sudah sering terjadi
dan dimana-mana konflik sumber daya alam sudah bukan rahasia lagi, cenderung
akan berujung pada tindakan kekerasan antara kedua belah pihak baik secara
verbal ataupun fisik. Tentu saja kondisi ini akan menggeser berbagai kearifan
sosial-budaya yang hidup di tengah masyarakat, dan sudah diketahui bersama
bahwa konflik kepentingan sumber daya alam itu telah dengan sengaja diciptakan
meskipun telah banyak menimbulkan kerugian juga korban baik secara ekonomi,
social mapun budaya yang ada dipedesaan sampai sekarang masih terawat dan
langgeng terjadi
Secara
geografis letak dan informsai tentang wilayah Kabupaten Banggai juga dapat dijadikan miniatur wilayah rawan bencana di
Indonesia, khususnya sulawesi. Asumsi ini cukup kuat sebab bencana alam seperti
banjir, longsor, kekeringan serta gelombang pasang merupakan rutinitas
kondisi yang menjadi ancaman tahunan bagi masyarakat Kabupaten Banggai, khususnya yang berada di
wilayah pesisir hutan dan laut yang bergantung pada ekosistem
hutan dan Das. Selain wilayah pemukiman dan kelola
warga di wilayah Kecamatan Toili, Toili Barat, Batui, Batui Selatan yang merupakan wilayah rentan terhadap ancaman
bencana musiman, sektor produksi rakyat juga
adalah wilayah yang rentan terhadap dampak
bencana musiman. Hingga saat ini ± 50.000.Ha hutan dan lahan di wilayah
tersebut yang telah di eksploitasi untuk kepentingan investasi. Dengan 2 DAS (bongka-malik, lombok-mentawa) serta 9
Sub-DAS dengan total luasan 404.050 Ha mengakibatkan wilayah Kabupaten Banggai menjadi daerah yang sangat rentan terhadap
bencana banjir dan longsor
Dan di bagian utara kepala burung
Kabupaten Banggai (Kecamatan Bualemo) menjadi daerah yang rentan terhadap
bencana kekeringan sehingga Kabupaten Banggai ketergantungan
atas lestarinya kawasan hutan menjadi hal yang penting khususnya sebagian besar
masyarakat Kabupaten Banggai sangat tergantung
pada fungsi ekosistem hutan dan air.
Sementara berbagai kebijakan pemerintahan daerah dalam hala mendorong adanya
pemenuhan sector PAD dengan cara-cara menguatkan upaya-upaya eksploitasi dan
juga refresif dilahan warga serta kawasan APL (Areal Penggunaan Lain). Luas APL Kabupaten Banggai diperkirakan 329.990 Ha, yangmana eksploitasi dan perambahan tanpa izin yang
dilakukan oleh investor dan warga yang sengaja dilindungi menyebabkan tumbuh
suburnya konflik penguasaan lahan yang dimiliki oleh masyarakat yang telah
memanfaatkan dan menetapkannnya dalam agenda tata desa sebagai lahan mukim,
lahan pertanian, perkebunan dan kebutuhan lain warga dengan Luas ± 138.466,5 Ha, akhirnya harus berhadapan dengan sisa
lahan APL ±191.523,5 Ha yang oleh Pemerintah Daerah akan
dilepaskan untuk kebutuhan investasi Kehutanan, Pertambangan dan Perkebunan
serta infra struktur pendukung lainnya,
Penutup
Gambaran konflik ruang diatas
akan menjadi lebih tajam dan terbuka. Sebagai manifes konflik agraria yang
sampai saat ini masih berjalan pada dataran seseba, Kecamatan Batui, Kecamatan
Pagimana, Kecamatan Toili, Kecamatan Bualemo adalah fakta dimana
rentannya konflik akan menguat jikalau penanganan dilakukan dengan cara-cara
mendiskriminasikan warga. Seharusnya perencanaan tata ruang yang bijak dan
penanganan konflik ruang kelola warga pedesaan akan baik apabila pemerintahan
nasional dan daerah lebih tegas dengan mempertimbangkan masukan dari
pihak-pihak berkepentingan penerima manfaat pembangunan pedesaan yang jarang dilibatkan
dalam merumuskan kebutuhan penyelamatan pangan. Tim Riset PUSAR
Banggai