Kamis, 11 Oktober 2012

Masyarakat Adat Loinang Dalam Konflik Tata Ruang Investasi Banggai


Buyu Julutumpu dan Gunung Hek
Buyu julutumpu adalah Kawasan Gunung Lingketeng atau kawasan Gunung Julutumpu atau juga disebut Kawasan Lopinting, yang terdapat danau besar seluas 2-3 Ha, dan merupakan sumber mata air dari tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) di kawasan itu. Das Balingara Kecamatan Nuhon berbatasan dengan Kabupaten Tojo Una-Una, Das Lobu Kecamatan Pagimana, Das Toima Kecamatan Bunta, Das Batui Kecamatan Batui dan Das Mendono Kintom. Dimana fungsi dan ekosistemnya masih terawatt. Namun tidak dapat dipungkiri dibagian hilirnya akan terancam dari berbagai kepentingan investasi tambang migas, nikel, IUPHHK dan perkebunan kelapa sawit. Memandang infrastruktur percepatan pembangunan ekonomi wilayah timur khususnya Kabupaten Banggai melalui BP Kapet (baca summary BP Kapet Batui Kabupaten Banggai). Merencang wilayah pengembangan ekonomi terpadu wilayah timur, dan saat telah merebut serta mengambil alih dan memarginalkan wilayah kelola masyarakat adat loinang


Potret Masyarakat Adat Loinang
Berdasarkan data yang dimiliki diwilayah Kabupaten Banggai, melalui Perkumpulan Pusat Studi Advokasi Rakyat Banggai. Berinisiatif terhadap gejolak potensi konflik dan perubahan tutupan hutan, serta dampak peralihan wilayah kelola tradisional adat loinang yang semakin terancam. Masyarakat adat loinang semenjak belum adanya Negara, telah mengelola dan memanfaatkan wilayah buyu julutumpu dan pegunungan hek. Sebagai tempat bersandar untuk hidup melalui tata kelola pertanian secara berkelompok. Dan pendistribusian untuk pemanfaatan hutan untuk pertanian ditentukan oleh tetua adatnya melalui pertemuan adat dan menentukan musim tanam bersama. Rotasi pertanian masyarakat adat loinang yang berpindah-pindah dengan jarak musim tanam 1 tahun 2 kali masa panen dengan vareditas pertaninnya. Seperti padi ladang habo, untuk mengenal musim tanam yang dilaksanakan oleh masyarakat adat loinang disebut musim tarise (artinya musim tanam pada bulan Januari dan bulan Juni masa panenNya). Corak  tanam yang lainnya yang jadikan andalan dalam melanjutkan pemenuhan hidup selain berburu hewan, adalah umbi-umbian (disebut bokung) dan sagu (disebut pangki) adalah makanan pokok masyarakat adat loinang

Pembuktian tata kelola wilayah adat loinang yang sampai saat ini masih ada dan terus lestari; diwilayah kawasan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat loinang. Dalam kawasan hutan buyu julutumpu dan hek dalam menjamin pemenuhan hidup melalui 4 tata; pertama tata pertanian kedua tata mukim tiga tata adat empat tata batas kelola berikut; Lipu Dumodopnyo (artinya besok pagi kampung tempat pertemuan) yang biasa disebut lipu kahumamaon dengan jarak rumah satu dan lainnya 1-2 km (lipu kahumamaon digunakan sebagai tempat pertukaran hasil panen pertanian dengan masyarakat kampung pesisir hutan), Sinasinayon “artinya matahari terbit dan tenggelam tempat tinggal, bertani dan berburu” (juga disebut segitiga tapal batas digunakan untuk tempat berburu, tapal batas antara masyarakat adat ta’a dan masyarakat adat wana), Lembah kolakolamon (tempat yang dijadikan benteng pertahanan perang antara suku wana dan masyarakat adat loinang) dan hutan tangkolak (hutan tengkorak) artinya tempat kuburan leluhur

Wilayah Sebaran 
Masyarakat adat loinang berinteraksi dibuyujulutumpu dan pegunugan hek ada sampai sekarang dan masih mempertahankan tata adat. Dan  masih mempertahankan kepercayaan leluhurnya (tidak mempunyai agama dan berpakaian kain kulit kayu bersenjata tombak serta panah). Olehnya masyarakat loinang seakan mengisolasi diri (warga pesisir hutan menyebut masyarakat terasing / primitive). Karena tidak berhubungan social dengan masyarakat kampung dipesisir hutan, adapun wilayah sebaran mukimnya meliputi; Lipu Molontobe / Dumodopnyo / Kahumamaon masuk dalam administrasi Kecamatan Batui Selatan Desa Maleo Jaya, Lipu Tombiombong. Masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Batui, Kahumbangan masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Toili, Masungkang. Masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Batui, Sinasinayon masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Toili, Alangan Desa Balingara masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Nuhon

Untuk wilayah kelola yang telah dikuasai oleh perusahan perkebunan kelapa sawit, dan perusahan pertambangan migas; Lipu Kolakolamon, Lipu Lingkongan dengan sub mukimnya Batu Logo, Konau, Mokuni, Bola, Loa, Salu Bakung. Dan Simpanga masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Batui. Masyarakat adat loinang yang dahulunya adalah masyarakat penjaga hutan. Sesuai dengan namanya loinang “Hutan” dengan sub etnisnya To Madi masyarakat pesisir hutan (bahasa asli loinang adalah madi). Yang berinteraksi dikawasan hutan buyu julutumpu, pegunungan hek. Masyarakat adat Lo’on yang berinteraksi dipegunungan tompotika dengan sub etnisnya masyarakat adat Andio dan masyarakat adat Lobo dengan sub etnisnya Sese. Yang berinteraksi diwilayah administrasi Kabupaten Banggai Kepulauan. Dari 3 etnis besar yang ada di Kabupaten Banggai sebelum berpisah dengan Banggai Kepulauan masing-masing telah menetapkan batasnya yang pada akhirnya menjadi keputusan batas admnistrasi kabupaten.     

Ancaman Masyarakat Adat Loinang
Kabaupaten Banggai juga dipicu dengan adanya perusahan skala besar pertambangan Nikel, Migas, perkebunan dan IUPHHK, IPKTR, pembalakan liar dan jual beli lahan atas nama kelompok tani. Di wilayah Areal Penggunaan Lain untuk kepentingan investasi. Telah membuka ruang perubahan tutupan hutan, dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai. Yang mengalokasikan pola pemanfaatan ruang kawasan lindung didaratan KSA-KPA (kawasan suaka alam-Kawasan pelestarian alam). Wilayah hutan dalam administrasi Kabupaten Banggai 23.726 Ha. 

Dalam lingkup perencanaan kehutanan untuk menetapkan dan memperluas kawasan hutan dari luas hutan 940.553 sampai tahun 2013 akan mencakup areal : Hutan Lindung 173.624 Ha atau sekitar 17,95%. Hutan Suaka seluas 18.654 Ha atau sekitar 1,93%. Kawasan Lindung seluas 257.928 Ha atau sekitar 26,67% dari total keseluruhan guna lahan di Kabupaten Banggai. Dengan demikian ancaman yang akan muncul dari strategi dan pengelolaan kehutanan Kabupaten Banggai. Untuk hal itu telah mendisikriminasikan kepentingan masyarakat adat loinang yang telah lama beradaptasi dan menfungsikan hutan sebagai hunian. Dan interaksi budaya, budidaya pertanian, berburu untuk mempertahankan hidup. Telah di abaikan terbukti dengan strategi RTRW/K Kabupaten Banggai 

Penetapan tentang tata hutan yang dituangkan dalam Revisi RTRW K 2009-2013;  1. Mempertahankan hutan lindung yang ada. 2. Mendelineasi dan menetapkan kembali kawasan status suaka alam margasatwa dengan kondisi habitat yang dilindungi yang mutakhir. 3 Mengendalikan kegiatan budidaya dikawasan pegunungan diwilayah bagian tengah Kabupaten Banggai. 4. Mengendalikan perkembangan fisik disekitar trase jalan Toili-Balingara yang memotong pegunungan diwailayah bagian tengah. 5. Mengendalikan pembangunan fisik disempadan sungai, pantai, waduk dan mata air. 6. Mengendalikan pemusnahan vegetase manggrove dipesisir pantai. 7. Membangun permukiman bagi suku saluan (loinang) dengan mempertimbangkan adat dan tradisi suku yang bersangkutan       

Fakta perencanaan yang dicanangkan oleh dinas kehutanan Kabupaten Banggai dengan berbagai metoda dan agitasi lintas instansi untuk memposisikan masyarakat adat loinang lemah, sebagai berikut ; di Kecamatan Batui Selatan (wilayah pemekaran Kecamatan Batui) mereka direlokasikan dari wilayah hukum adatnya dan dibuatkan perumahan, karena dianggap metoda bertani dan tidak mempunyai agama, tidak memiliki identitas diri yang berotasi dipungungan gunung Balingara Kecamatan Nuhon, Kecamatan Simpang Raya, Kecamatan Pagimana, Kecamatan Bunta, Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili, Kecamatan Batui Selatan, Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom membuat bencana banjir, padahal di sekitar kawasan pungungan gunung dari perbatasan, Kecamatan Pagimana Kecamatan Simpang Raya, Kecamatan Bunta, Kecamatan Nuhon Desa Balingara perbatasan Kabupaten Tojo Una-Una adalah wilayah IUPHHK PT. Sapta Graha Adikarya dan IUPHHK PT. Palopo Timber Company meliputi wilayah hutan Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili, Kecamatan Batui Selatan, Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom Desa Ulin

Sebagian besar masyarakat yang saat ini bermukim di pesisir bertutur tentang kehidupan mereka saat masih berada didalam kawasan hutan. Tentang pemenuhan hidup mereka yang tidak mengenal krisis pangan atau dampak akibat kerusakan hutan. Warga Desa Tolitan Kecamatan Kintom bencana banjir dan longsor di tahun 1983 menjadi alasan mereka harus pindah ke pesisir. Bagi masyarakat adat kehumamaon di Desa Lokait Kecamatan Simpang Raya. Melalui program relokasi KAT yang dicanangkan oleh Dinsos pada tahun 2000-an menyebabkan sebagian besar dari mereka harus turun meninggalkan peradaban yang telah mereka bangun ratusan tahun.

Saat ini ketika mulai menata kehidupan, ancaman kembali berada dan berhadapan dengan mereka. Karena harus melepaskan rumah dan lahan perkebunan mereka. Yangmana wilayah kelolanya akan digunakan untuk kepentingan investasi pertambangan migas, nikel dan perkebunan sawit. Tim Riset PUSAR Banggai

  • Web
  • PUSAR Banggai (Pusat Studi Advokasi Rakyat)